Beberapa Kerugian
Mengikuti Acara #KampusFiksi
“I walk through the
door with you. The air was cold, but something ‘bout it felt like home
somehow...” Taylor Swift
Berbicara masalah
perjuangan menuju gedung kampus fiksi, agaknya cukup bias jika membandingkannya
dengan teman yang lain. Getar yang harus menempuh perjalanan jauh dari Lombok
menuju Jogja; Uda Firman yang datang dari ranah Minang dan harus minta izin
istrinya demi mengunjungi gedung #KampusFiksi; Mbak Erin yang harus menjadi single untuk sementara—melupakan anak
dan baginda tercintanya di rumah selama beberapa hari; Black dan Latifah
yang harus menyeberangi samudra dari pulau Sumatera menuju Jawa; dan masih
banyak lagi kisah dari mereka yang tak cukup bila diceritakan di sini. Sedangkan
saya? Hanya dari Sleman menuju Bantul—itu pun masih minta dijemput. :D
Oke, saya akan
membagikan sedikit kisah awal saya mengenal editor tjantik #KampusFiksi.
Pada tahun 2013 lalu, waktu saya masih unyu tinggal di Riau, saya sudah
mengetahui info tersebut dari internet. Awalnya, Penerbit Diva Press (hanya)
mengadakan pelatihan menulis bernama “Just Write!” yang diadakan setiap 6 bulan
sekali. Lantas, mereka mulai memberanikan diri untuk memberikan wadah pelatihan
menulis setiap sebulan sekali, tepatnya di setiap akhir bulan yang sekarang
kita kenal dengan nama #KampusFiksi.
Karena saya
tertarik dengan event tersebut, saya
mencoba membuat sebuah cerpen sebagai bahan seleksi mengikuti acara. Dan,
alhamdulillah cerpen saya yang bagus itu ditolak, alias nama saya tidak ada di
daftar peserta yang lolos. Pada bulan ke dua, saya daftar lagi dan ditolak
lagi. Akhirnya saya berhibernasi dalam beberapa waktu—saya pikir, mungkin
menulis bukanlah duniaku.
Hingga, pada
tahun 2015, Diva merekrut lagi bakal calon penulis-penulis unyu. Info tersebut
saya dapat dari Mbak Qurotul Ayun (baca: Ayun Qee) yang nge-tag info tersebut
di facebook. Saya mengikutinya lagi, entah dari mana keinginan itu muncul
kembali. Dan alhamdulillah, cerpen
saya yang tsakep biasa-biasa aja itu lolos. Jadilah saya diterima dan
mendapat seat di angkatan 14.
Lantas, bagaimana kesan selama mengikuti acara
#KampusFiksi pada tanggal 30 Oktober-1 November?
Banyak kerugiannya,
ternyata. Rasanya jauh panggang dari api. Berikut beberapa kerugian selama mengikuti
acara #KampusFiksi.
1.
Teman
Baru dan Pengalaman Baru
Setiap peserta akan membawa kisahnya masing-masing. Mulai
dari kisah perjalanan mereka dari rumah hingga ke gedung #KampusFiksi, kisah
tentang inspirator mereka dalam dunia menulis, sampai kisah konyol yang rasanya
di luar dugaan kita.
#KampusFiksi seperti ajang pertukaran pelajar. Memang, bukan
hanya pelajar yang mengikuti acara tersebut. Tapi di balik kisah-kisah unik
mereka, kita bisa memetik banyak pelajaran. Dengarkanlah! Maka kita akan
mengerti betapa setiap mereka memiliki kisahnya masing-masing.
Kamu juga bisa, nih. Semisal lagi “nyasar” di Pantai Senggigi.
Terus tersesat dan tak tahu arah jalan pulang, pura-pura bertamu ke rumah Getar
aja, seklaian cari tumpangan gratis. Atau, semisal kamu lagi asyik hunting foto di Danau Maninjau, tetiba kamu
gak sadar kalau udah malam. Coba aja silaturahmi
ke rumahnya Uda Firman. Karena itulah salah satu fungsi teman, bukan? #TipsSemprul!
Terus, kerugiannya apa?
Kerugiannya kalau kita tidak mau tahu tentang mereka, dan
lebih memilih abai atas apa saja yang mereka ceritakan.
2.
Informasi
Seputar Dunia Kepenulisan
Di agenda #KampusFiksi, panitia
memasukan jantung dari kegiatan yang diadakan selama 2 hari tiga malam ini.
Yakni, informasi seputar dunia kepunilasn.
Apa saja yang dibahas?
Banyak sekali, mulai dari Brainstorming, teknik editing, teknik
pemasaran, mengundang bintang tamu, sampai acara pembuatan cerpen selama 3 jam.
Di sini, kami mulai paham, bahwa
dunia kepenulisan itu akan mengangkat tema secara berputar. Artinya begini,
tema-tema yang dahulu sempat booming,
bisa jadi akan booming kembali pada
tahun selanjutnya. Kami pun mulai tahu jenis novel seperti apa yang paling
diburu pembaca, tentu data tersebut berdasarkan survey yang mereka lakukan. Jadi, bisa saja berbeda dengan
survey-mu. Tapi setidaknya, gambarannya bisa kami dapatkan.
Agenda selanjutnya adalah teknik
editing yang disampaikan oleh Mbak Ajjah (Baca: Muhajjah Saratini). Dengan gaya
bicaranya yang nyaris sulit dibedakan antara memberikan penekanan atau sedang
marah, agenda ini berlangsung selama 2 jam.
Bukan hanya itu, kami juga dibekali
tips editing. Tips-nya adalah, mengendapkan naskah dalam beberapa waktu sebelum
kita lakukan self editing. Self editing adalah bagian penting dalam menulis nafkah
naskah. Sebab, dengan menjaga kerapian naskah dan mau membaca ulang naskah kita
sendiri, kita telah membuktikan bahwa kita cinta terhadap karya kita. Bayangkan
saja, jika penulisnya sendiri saja tidak mencintai karya sendiri, bagaimana
bisa orang lain akan mencintai karyanya?
Oke, untuk mengetahui informasi
lengkap seputar dunia kepenulisan. Silakan mengikuti acaranya sendiri, ya!
Caranya gimana, Kakak? Bisa lihat
di sini, #BukaHati.
Oya, ada yang lupa. Maklum,
kadang orang ganteng suka lupa juga. Kerugian dalam sesi ini adalah kalau saya
tidur di kelas. Cukup mereka saja yang tidur waktu ada rapat, kita jangan!
3.
Makanan
Berlimpah
Ngomongin poin ke tiga, mendadak saya jadi
lapar. Ya, di gedung #KampusFiksi ini banyak banget makanannya. Tapi kamu
jangan sekali-kali datang ke sana pas lagi gak ada acara, ya?! Pokoknya jangan!
Gitu aja.
Jadi, jam 7 pagi kami udah disediakan menu breakfast, jam 10 camilan datang, jam 12
makan siang, jam 16 camilan datang lagi, jam 18 makan malam, jam 20 camilan
datang lagi. Begitu terus siklusnya sampai acara selesai. #NimbunGajih. Itu
juga masih disediakan mie instan sama telur di dapur. Kali aja ada yang
pagi-pagi udah kelaparan. Kayak Mas Tarom.
Kerugiannya
apa?
Gak ada sih. kecuali aja, kecuali
kamu orangnya gengsian; lapar tapi bilangnya, aku masih kenyang kok. Pliss,
kalau di sana jangan jawab gitu. Jawaban itu cuma boleh kamu pakai waktu
temanmu ngajak makan di foodcourt
tapi dompetmu lagi menjerit.
4.
Seabrek
Kenangan
Waikii! Sebenarnya bukan cuma mantan aja
sih yang bisa norehkan kenangan. Tapi orang-orang yang berkesan dalam hidup
kita juga bisa, atau hal-hal yang kiranya cukup layak untuk dikenang.
Jadi, sebelum
pulang, ada oleh-oleh dari rektor #KampusFiksi. Berupa, sertifikat, member card, gantungan hati kunci,
sampai seabrek buku.
Kerugiannya apa?
Ehm, kalau kamu
langsung pulang tanpa bawa oleh-oleh. Udah gitu aja!
Yogyakarta, 11 November 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar