Jumat, 25 Desember 2015

#KAMPUSFIKSI 14



Beberapa Kerugian Mengikuti Acara #KampusFiksi



“I walk through the door with you. The air was cold, but something ‘bout it felt like home somehow...” Taylor Swift

Berbicara masalah perjuangan menuju gedung kampus fiksi, agaknya cukup bias jika membandingkannya dengan teman yang lain. Getar yang harus menempuh perjalanan jauh dari Lombok menuju Jogja; Uda Firman yang datang dari ranah Minang dan harus minta izin istrinya demi mengunjungi gedung #KampusFiksi; Mbak Erin yang harus menjadi single untuk sementara—melupakan anak dan baginda tercintanya di rumah selama beberapa hari; Black dan Latifah yang harus menyeberangi samudra dari pulau Sumatera menuju Jawa; dan masih banyak lagi kisah dari mereka yang tak cukup bila diceritakan di sini. Sedangkan saya? Hanya dari Sleman menuju Bantul—itu pun masih minta dijemput. :D
Oke, saya akan membagikan sedikit kisah awal saya mengenal editor tjantik #KampusFiksi. Pada tahun 2013 lalu, waktu saya masih unyu tinggal di Riau, saya sudah mengetahui info tersebut dari internet. Awalnya, Penerbit Diva Press (hanya) mengadakan pelatihan menulis bernama “Just Write!” yang diadakan setiap 6 bulan sekali. Lantas, mereka mulai memberanikan diri untuk memberikan wadah pelatihan menulis setiap sebulan sekali, tepatnya di setiap akhir bulan yang sekarang kita kenal dengan nama #KampusFiksi.
Karena saya tertarik dengan event tersebut, saya mencoba membuat sebuah cerpen sebagai bahan seleksi mengikuti acara. Dan, alhamdulillah cerpen saya yang bagus itu ditolak, alias nama saya tidak ada di daftar peserta yang lolos. Pada bulan ke dua, saya daftar lagi dan ditolak lagi. Akhirnya saya berhibernasi dalam beberapa waktu—saya pikir, mungkin menulis bukanlah duniaku.
Hingga, pada tahun 2015, Diva merekrut lagi bakal calon penulis-penulis unyu. Info tersebut saya dapat dari Mbak Qurotul Ayun (baca: Ayun Qee) yang nge-tag info tersebut di facebook. Saya mengikutinya lagi, entah dari mana keinginan itu muncul kembali. Dan alhamdulillah, cerpen saya yang tsakep biasa-biasa aja itu lolos. Jadilah saya diterima dan mendapat seat di angkatan 14.
 Lantas, bagaimana kesan selama mengikuti acara #KampusFiksi pada tanggal 30 Oktober-1 November?
Banyak kerugiannya, ternyata. Rasanya jauh panggang dari api. Berikut beberapa kerugian selama mengikuti acara #KampusFiksi.

1.      Teman Baru dan Pengalaman Baru
Setiap peserta akan membawa kisahnya masing-masing. Mulai dari kisah perjalanan mereka dari rumah hingga ke gedung #KampusFiksi, kisah tentang inspirator mereka dalam dunia menulis, sampai kisah konyol yang rasanya di luar dugaan kita.
#KampusFiksi seperti ajang pertukaran pelajar. Memang, bukan hanya pelajar yang mengikuti acara tersebut. Tapi di balik kisah-kisah unik mereka, kita bisa memetik banyak pelajaran. Dengarkanlah! Maka kita akan mengerti betapa setiap mereka memiliki kisahnya masing-masing.
Kamu juga bisa, nih. Semisal lagi “nyasar” di Pantai Senggigi. Terus tersesat dan tak tahu arah jalan pulang, pura-pura bertamu ke rumah Getar aja, seklaian cari tumpangan gratis. Atau, semisal kamu lagi asyik hunting foto di Danau Maninjau, tetiba kamu gak sadar kalau udah malam. Coba aja silaturahmi ke rumahnya Uda Firman. Karena itulah salah satu fungsi teman, bukan? #TipsSemprul!
Terus, kerugiannya apa?
Kerugiannya kalau kita tidak mau tahu tentang mereka, dan lebih memilih abai atas apa saja yang mereka ceritakan.

2.      Informasi Seputar Dunia Kepenulisan
Di agenda #KampusFiksi, panitia memasukan jantung dari kegiatan yang diadakan selama 2 hari tiga malam ini. Yakni, informasi seputar dunia kepunilasn.
Apa saja yang dibahas?
Banyak sekali, mulai dari Brainstorming, teknik editing, teknik pemasaran, mengundang bintang tamu, sampai acara pembuatan cerpen selama 3 jam.
Di sini, kami mulai paham, bahwa dunia kepenulisan itu akan mengangkat tema secara berputar. Artinya begini, tema-tema yang dahulu sempat booming, bisa jadi akan booming kembali pada tahun selanjutnya. Kami pun mulai tahu jenis novel seperti apa yang paling diburu pembaca, tentu data tersebut berdasarkan survey yang mereka lakukan. Jadi, bisa saja berbeda dengan survey-mu. Tapi setidaknya, gambarannya bisa kami dapatkan.
Agenda selanjutnya adalah teknik editing yang disampaikan oleh Mbak Ajjah (Baca: Muhajjah Saratini). Dengan gaya bicaranya yang nyaris sulit dibedakan antara memberikan penekanan atau sedang marah, agenda ini berlangsung selama 2 jam.
Bukan hanya itu, kami juga dibekali tips editing. Tips-nya adalah, mengendapkan naskah dalam beberapa waktu sebelum kita lakukan self editing. Self editing adalah bagian penting dalam menulis nafkah naskah. Sebab, dengan menjaga kerapian naskah dan mau membaca ulang naskah kita sendiri, kita telah membuktikan bahwa kita cinta terhadap karya kita. Bayangkan saja, jika penulisnya sendiri saja tidak mencintai karya sendiri, bagaimana bisa orang lain akan mencintai karyanya?
Oke, untuk mengetahui informasi lengkap seputar dunia kepenulisan. Silakan mengikuti acaranya sendiri, ya!
Caranya gimana, Kakak? Bisa lihat di sini, #BukaHati.
Oya, ada yang lupa. Maklum, kadang orang ganteng suka lupa juga. Kerugian dalam sesi ini adalah kalau saya tidur di kelas. Cukup mereka saja yang tidur waktu ada rapat, kita jangan!




3.      Makanan Berlimpah
Ngomongin poin ke tiga, mendadak saya jadi lapar. Ya, di gedung #KampusFiksi ini banyak banget makanannya. Tapi kamu jangan sekali-kali datang ke sana pas lagi gak ada acara, ya?! Pokoknya jangan! Gitu aja.
Jadi, jam 7 pagi kami udah disediakan menu breakfast, jam 10 camilan datang, jam 12 makan siang, jam 16 camilan datang lagi, jam 18 makan malam, jam 20 camilan datang lagi. Begitu terus siklusnya sampai acara selesai. #NimbunGajih. Itu juga masih disediakan mie instan sama telur di dapur. Kali aja ada yang pagi-pagi udah kelaparan. Kayak Mas Tarom.
            Kerugiannya apa?
Gak ada sih. kecuali aja, kecuali kamu orangnya gengsian; lapar tapi bilangnya, aku masih kenyang kok. Pliss, kalau di sana jangan jawab gitu. Jawaban itu cuma boleh kamu pakai waktu temanmu ngajak makan di foodcourt tapi dompetmu lagi menjerit.

4.      Seabrek Kenangan
Waikii! Sebenarnya bukan cuma mantan aja sih yang bisa norehkan kenangan. Tapi orang-orang yang berkesan dalam hidup kita juga bisa, atau hal-hal yang kiranya cukup layak untuk dikenang.
Jadi, sebelum pulang, ada oleh-oleh dari rektor #KampusFiksi. Berupa, sertifikat, member card, gantungan hati kunci, sampai seabrek buku.
Kerugiannya apa?
Ehm, kalau kamu langsung pulang tanpa bawa oleh-oleh. Udah gitu aja!

Yogyakarta, 11 November 2015.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar